Dari enam LHP atas LKPD di wilayah propinsi Jawa Barat yang hari ini disampaikan BPK RI kepada DPRD kabupaten/kota, belum satupun LKPD yang dapat mencapai opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Keenamnya masih mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). LKPD yang saat Untuk perbaikan, diperlukan komitmen yang kuat dari kepala daerah dan seluruh jajarannya. Demikian antara lain disampaikan Kepala Perwakilan (Kalan) Provinsi Jabar BPK RI Slamet Kurniawan saat Penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI atas Enam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran (TA) 2010 di Wilayah Provinsi Jabar, Jumat (08/07).
Acara yang dilaksanakan di Auditorium Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Jabar tersebut dikuti pimpinan DPRD dan kepala daerah dari enam pemerintah kabupaten/kota yang laporan keuangannya telah diperiksa oleh BPK RI. Adapun enam daerah tersebut adalah: Kabupaten Sukabumi, Kota Cirebon, Kota Banjar, Kabupaten Purwakarta, Kota Depok, dan Kota Bekasi. Enam LHP atas LKPD tersebut merupakan 6 dari 27 LKPD yang telah diperiksa oleh BPK RI pada semester I Tahun 2011 ini. Menurut Kalan Provinsi Jabar BPK RI, hal-hal yang dikecualikan antara lain berupa:
1. Penatausahaan dan pelaporan aset tetap belum memadai; yaitu masih terdapat selisih nilai aset antara nilai aset dalam laporan keuangan dengan rincian aset yang tidak dapat dijelaskan, aset tetap yang tidak dapat dirinci dan belum jelas statusnya, penambahan aset tetap dari belanja modal yang belum didukung rincian aset, aset tetap yang tidak dapat ditelusuri keberadaannya, aset tetap yang belum mempunyai nilai dan belum disajikan dalam laporan keuangan.
2. Penyajian Persediaan tidak didukung dengan rincian daftar persediaan dan tidak dilengkapi dengan Berita Acara Stock Opname pada tanggal neraca pada seluruh SKPD. Atas persediaan ini pun, BPK mengalami kesulitan untuk melakukan prosedur alternative mengingat SKPD tidak melakukan pencatatan atas mutasi persediaanya. Jikapun ada pencatatan, hanya dilakukan oleh sebagian SKPD dan antar catatan atas persediaan tersebut tidak saling mendukung sehingga tidak dapat diverifikasi.
3. Penyajian dan/atau pengungkapan penyertaan modal pemerintah kepada perusahaan daerah di atas 20% tidak disajikan dengan metode ekuitas sebagaimana dinyatakan dalam Standar Akuntansi Pemerintahan.
Kalan Provinsi Jabar BPK RI juga menjelaskan, dalam pemeriksaan LKPD TA 2010, BPK menemukan permasalahan-permasalahan, antara lain:
1. Ketidaklengkapan dokumen pertanggungjawaban belanja perjalanan dinas, belanja bantuan keuangan, bantuan sosial, belanja hibah dan bantuan parpol, bahkan masih terdapat laporan pertanggungjawaban yang belum disampaikan atas bantuan hibah dan bantuan parpol.
2. Kekurangan volume pekerjaan pada beberapa kegiatan yang mengakibatkan kelebihan pembayaran yang merugikan keuangan daerah.
3. Denda keterlambatan belum dikenakan kepada pihak ketiga atas keterlambatan penyelesaian pekerjaan yang mengakibatkan kekurangan penerimaan daerah.
4. Sisa kas, jasa giro dan pendapatan retribusi yang terlambat disetorkan ke kas daerah, sehingga daerah tidak dapat segera memanfaatkan pendapatan tersebut.
“Dari hasil pemeriksaan tiga tahun terakhir, BPK masih menemukan temuan yang berulang yang menjadi pengecualian dalam pemberian opini, yaitu temuan mengenai penyajian aset tetap, penyajian persediaan yang tidak memadai, penyajian penyertaan modal pemerintah yang tidak sesuai dengan SAP dan penyajian investasi non permanen dana bergulir yang belum menggunakan nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value),” kata Kalan Provinsi Jabar BPK RI.
Terkait opini, menurut Kalan Provinsi Jabar BPK RI, Opini WTP tidaklah dapat diperoleh secara instan dan tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan, tetapi harus diwujudkan melalui suatu proses yang didasarkan pada input yang baik, proses yang baik, dan output yang baik. “Ketiga aspek tersebut haruslah terpadu dan berkesinambungan sebagai pondasi sistem pelaporan keuangan yang baik termasuk komitmen pimpinan daerah dan jajarannya,” katanya. Di akhir sambutannya Kalan Provinsi Jabar BPK RI menjelaskan, agar LKPD TA 2011 nantinya, dapat mencapai opini WTP, BPK meminta adanya wujud komitmen perbaikan tata kelola keuangan secara nyata dan terarah, berupa upaya
1. Perbaikan posisi kekayaan Pemerintah Daerah di awal tahun anggaran 2010.
2. Perbaikan sistem dan prosedur agar kelemahan dalam pengelolaan keuangan sebelumnya tidak terjadi lagi di masa mendatang; serta
3. Melakukan koreksi atas permasalahan-permasalahan yang diungkapkan dalam LHP BPK.
LHP BPK RI atas LKPD TA 2010 itu sendiri dikemas dalam tiga buku yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah untuk masing-masing pemerintah kabupaten/kota. Ketiga buku tersebut terdiri dari Buku Pertama yang merupakan LHP yang memuat opini atas LKPD, Buku Kedua yang merupakan LHP atas Sistem Pengendalian Internal (SPI) dalam kerangka pemeriksaan LKPD, serta Buku Ketiga yang merupakan LHP atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam kerangka pemeriksaan LKPD.
Opini terhadap LKPD diberikan oleh BPK berdasarkan kriteria yang ditetapkan dalam Standar Akuntansi Pemerintah dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendapat/Opini ditetapkan berdasarkan empat kriteria, yaitu 1) Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), 2) Kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), 3) Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan 4) Efektifitas sistem pengendalian intern.
Berdasarkan empat kriteria tersebut maka jenis pendapat/opini yang dapat dinyatakan oleh BPK-RI adalah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer), dan Tidak Wajar (Adverse).