Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) tidak lantas menjamin bahwa sebuah entitas pemeriksaan telah bebas korupsi. Pemeriksa hanya menilai kewajaran, bukan kebenaran. Demikian antara lain disampaikan Kepala Perwakilan (Kalan) Provinsi Jawa Barat (Jabar) BPK RI Slamet Kurniawan saat menjadi pembicara dalam acara takshow BPK RI di Stasiun Radio Raka FM, Bandung. Talkshow yang mengangkat tema “Opini BPK atas LKPD di Wilayah Jabar dan Aspek-aspeknya” tersebut dilaksanakan pada Selasa (13/12/11) lalu. Selama talkshow, Kalan Provinsi Jabar BPK RI didampingi Kepala Sekretariat Perwakilan Provinsi Jabar Walmin Purba dan Kepala Subbagian Hukum dan Humas Nurina Hijiani.
Kalan Provinsi Jabar BPK RI Slamet Kurniawan menjelaskan, setidaknya ada empat kriteria yang menjadi pegangan utama BPK dalam memberikan opini terhadap laporan keuangan pemerintah. Keempat kriteria itu adalah: Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), Pengungkapan yang cukup, Kepatuhan terhadap tata peraturan, dan Sistem Pengendalian Internal (SPI) yang baik. “Adapun opini BPK atas laporan keuangan sebuah entitas pemeriksaan meliputi empat jenis opini, yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer,) dan opini Adverse,” jelasnya
Menurut Kalan Provinsi Jabar BPK RI Slamet Kurniawan, dalam menilai wajar atau tidaknya sebuah laporan keuangan pemerintah, BPK mendasarkan pada sampel pemeriksaan untuk mewakili dalam menyimpulkan populasi. Biasanya, penilaian atas sampel ini didasarkan pada kelengkapan bukti formal. “Jadi meski sebuah laporan keuangan suatu entitas pemeriksaan telah mendapatkan opini WTP, bukan berarti bahwa entitas pemeriksaan tersebut pasti bebas dari fraud. Mekipun tetap harus diingat bahwa ketika opininya semakin baik, maka potensi terjadinya fraud mestinya semakin kecil,” kata Kalan
Terkait pengelolaan aset, Kalan Provinsi Jabar BPK RI menjelaskan bahwa sampai saat ini, kelemahan yang sering ada dalam pengelolaan aset daerah adalah tidak adanya bukti kepemilikan serta tidak jelasnya sejarah suatu aset itu sendiri. Hal ini menjadi kendala hampir di semua pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Karenanya, menurut Kalan Provinsi Jabar BPK RI, pemerintah mesti memperbaiki pola inventarisasinya. “Inventarisasi aset harus bersifat berkelanjutan, harus di-maintain dari waktu ke waktu. Pembelian baru harus dicatat, ada aset rusak harus dihapuskan, dan seterusnya. Sehingga semua menjadi up-date, sehingga benar-benar sesuai antara catatan dengan keadaan yang ada di lapangan,” katanya
Menanggapi pertanyaan tentang keterkaitan peran dan fungsi BPK dengan kepentingan masyarakat, Kalan Provinsi Jabar BPK RI menjelaskan bahwa tugas dan fungsi BPK sangat terkait erat dengan kepentingan masyarakat. “Keberadan BPK, dengan tugasnya sebagai pemeriksa, adalah untuk memastikan apakah sebuah pelaksanaan kegiatan telah mengacu pada aturan yang ada. Selain itu, BPK juga memastikan bahwa Pemda telah melaksanakan APBD sebagaimana yang telah diamanahkan oleh DPRD, sebagai representasi rakyat atau masyarakat,” katanya.
Selain menjelaskan tentang opini, persoalan pengelolaan aset di pemerintah daerah, serta persoalan keterkaitan BPK dengan kepentingan masyarakat, selama talkshow berdurasi kurang lebih 60 menit tersebut Kalan Provinsi Jabar BPK RI juga menguraikan tentang jenis wewenang, tugas dan fungsi BPK, khususnya BPK RI Perwakilan Provinsi Jabar.
Yang Kedua
Talkshow di Radio Raka FM itu sendiri merupakan talkshow kedua yang dilaksanakan BPK RI Perwakilan Provinsi Jabar selama bulan Desember. Sebelumnya, Selasa (06/12/11), BPK RI Perwakilan Provinsi Jabar juga melaksanakan talkshow di radio yang sama. Pada talkshow pertama ini, hadir Kepala Subauditorat Jabar II Dede Sukarjo sebagai pembicara. Selain Kepala Subauditorat Jabar II, hadir pula Kasubbag Hukum dan Humas Nurina Hijiani. Talkshow pertama mengangkat tema “BPK RI Perwakilan Provinsi Jabar dan Perwujudan Tata Kelola Keuangan Negara yang Transparan dan Akuntabel di Jabar.”
Dalam talkshow ini, Kasubaud Jabar II Dede Sukarjo menjelaskan bahwa keberadaan BPK merupakan bagian dari grand design perwujudan tata kelola keuangan negara yang baik, yang transparan dan akuntabel. “BPK RI Perwakilan Provinsi Jabar sendiri baru ada di Bandung sejak Januari 2006,” Jelasnya. Kasubaud Jabar II Dede Sukarjo mengatakan, laporan ataupun pengaduan masyarakat akan menjadi informasi awal yang nantinya akan sangat bermanfaat dalam perencanaan pemeriksaan yang selanjutnya akan dilaksanakan oleh BPK. “Di sini, masyarakat memiliki kemungkinan untuk berperan dalam perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik,” katanya.
Menjawab pertanyaan tentang apa yang selanjutnya dilakukan BPK ketika menemukan persoalan yang diduga mengandung indikasi tindak pidana, Kasubaud Jabar II menjelaskan bahwa ketika terjadi hal semacam itu, BPK melaporkan kepada instansi yang berwenang. “Yang saya maksud instansi yang berwenang dalam dalam hal ini adalah aparat penegak hukum, bisa kepolisian, kejaksaan, atau KPK,” jelasnya.