BPK Sinergi Menuju Indonesia Sejahtera

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kini mulai memakai teknologi informasi dalam pengumpulan data terkait pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara. Berbarengan dengan peresmian kantor baru di jalan Moh. Toha, Bandung, BPK melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman dengan Pemerintah Provinsi dan seluruh Pemerintah Kota/Kabupaten se-Jawa Barat pada Kamis, 12 Mei 2011. Penandatanganan tersebut terkait pengembangan dan pengelolaan sistem informasi untuk akses data dalam rangka pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara.

Penandatanganan nota kesepahaman dilakukan oleh Kepala Perwakilan Provinsi Jawa Barat BPK RI, Slamet Kurniawan, dengan para pimpinan daerah. acara disaksikan langsung Ketua BPK, Hadi Poernomo, Anggota I BPK, Moermahadi Soerja Djanegara, Anggota V BPK, Sapto Amal Damandari, Gubernur Jawa Barat, Pimpinan DPRD, anggota Muspida serta para pejabat di lingkungan BPK.

Dalam sambutannya, Hadi Poernomo menerangkan bahwa melalui Nota Kesepahaman selanjutnya akan dibentuk pusat data BPK dengan menggabungkan data elektronik BPK (e-BPK) dengan data elektronik auditee (e-auditee).[1] Melalui pusat data tersebut, BPK dapat melakukan perekaman, pengolahan, pemanfaatan dan monitoring data yang bersumber dari berbagai pihak.[2] “BPK RI mengharapkan melalui BPK Sinergi, akan memberikan manfaat, mengurangi KKN secara sistematik, mendukung optimalisasi penerimaan Negara, mendukung efisiensi dan efektifias pengeluaran negara”, ujar Hadi. Optimalisasi pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara akan berimbas pada meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Dengan adanya penggabungan e-BPK dengan e-auditee, maka nantinya sebagian pelaksanaan pemeriksaan dapat dilakukan melalui aplikasi yang terhubung langsung dengan media internet. Metode ini disebut audit elektronik atau e-audit. Implementasi e-audit yang diterapkan BPK untuk 500 kabupaten/kota di seluruh Indonesia diharapkan bisa meningkatkan kemampuan BPK dalam mengawasi kinerja anggaran di daerah dengan lebih efektif dan akuntabel. Sistem tersebut diperkirakan berjalan serentak pada tahun 2013.

Slamet Kurniawan dalam pidatonya menjamin tingkat keamanan data dengan sistem pemeriksaan secara elektronik ini. Setiap langkah pemeriksaan diharuskan mengisi kata sandi yang disediakan secara khusus kepada setiap auditor yang ditugasi. Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah dapat dilaksanakan di dalam kantor BPK. Dengan demikian, pemeriksa BPK hanya akan datang dalam rangka pengujian, sehingga auditor bisa bekerja dengan lebih akuntabel serta mengurangi terjadinya kolusi karena tidak harus sering bertatap muka dengan auditee. Selain itu, e-audit dimaksudkan untuk mempersingkat kerja auditor BPK sehingga cakupan pemeriksaan dapat diperluas. Selama ini, pemeriksaan keuangan atas LKPD hanya diberi waktu dua bulan. Jangka waktu tersebut terpotong untuk mendatangi kantor pemerintaham serta menunggu dokumen.

Dalam kesempatan tersebut Slamet Kurniawan mendemonstrasikan contoh penerapan e-audit atas LKPD Provinsi Jawa Barat. Data yang diperlihatkan adalah akses terhadap belanja daerah melalui Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) dan akses terhadap neraca, yaitu aset Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Data keuangan dan non keuangan tersebut dapat diakses secara real time.

Penerapan e-audit ini mendapat tanggapan positif dari para kepala daerah. Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan menyatakan, e-audit akan mendorong pencitraan positif bagi pemerintah kabupaten/kota se-Jawa Barat dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Walikota Bandung, Dada Rosada juga menyatakan hal serupa.

Adapun, anggaran yang dipersiapkan untuk audit elektronik di BPK adalah sebesar Rp50 miliar. Bagi daerah yang menjad auditee, tidak perlu mengalokasikan anggaran secara khusus karena tidak perlu memasang aplikasi yang baru. Sampai dengan saat ini, sudah ada 785 entitas auditee, termasuk lembaga Negara dan kementerian yang sudah menandatangani Nota Kesepahaman e-audit. (ASA)

Sumber :

Radar Bandung, 13 Mei 2011

www.kompas.com, 13 Mei 2011

Pikiran Rakyat on line, 13 Mei 2011

Seputar Indonesia, 13 Mei 2011

Pikiran Rakyat, 13 Mei 2011



[1] Auditee adalah lembaga atau institusi yang diaudit.

[2] E-audit tidak bermaksud untuk menambah atau mengurangi kewenangan BPK dalam melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara. Berdasarkan Pasal 10 UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Jo. Pasal 9 UU No. 15 Tahun 2006 tentang BPK, dalam melakukan pemeriksaan BPK diantaranya memiliki kewenangan sebagai berikut :       

  1. meminta dokumen yang wajib disampaikan oleh pejabat atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
  2. mengakses semua data yang disimpan di berbagai media, aset, lokasi, dan segala jenis barang atau dokumen dalam penguasaan atau kendali dan entitas yang menjadi obyek pemeriksaan atau entitas lain yang dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas pemeriksaannya;
  3. melakukan penyegelan tempat penyimpanan uang, barang, dan dokumen pengelolaan keuangan Negara
  4. meminta keterangan kepada seseorang;
  5. memotret, merekam dan/atau mengambil sampel sebagai alat bantu pemeriksaan
  6. meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara;
  7. melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang milik negara, di tempat pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha keuangan negara, serta pemeriksaan terhadap perhitungan-perhitungan, surat-surat, bukti-bukti, rekening koran, pertanggungjawaban, dan daftar lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara;
  8. menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang wajib disampaikan kepada BPK