BPK Jabar Fokus Soroti Dana Desa 2018

Rabu, 24 Januari 2018 | 13:39 WIB

Wartawan: Rio Ryzki Batee

BADAN Pemeriksaan Keuangan (BPK) Jawa Barat mulai soroti penggunaan dana desa di 2018. Pasalnya sudah banyak kasus dan kejadian terkait pengelolaan dari dana yang semakin meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun.

“Dana desa ini makin lama semakin besar, dan faktanya sudah banyak kasus kepala atau perangkat desa yang merasa belum paham atau merasa tidak diawasi terjadi penyimpangan,” ungkap Kepala Perwakilan BPK Jawa Barat, Arman Syifa  usai Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan Tahun Anggaran 2017 di kantornya, Jln. Moch. Toha, Kota Bandung, Rabu (24/1/2018).

Menurutnya sesuai dengan kebijakan secara nasional maka pihaknya akan melaksanakan pemeriksaan dana desa. Mengingat dana yang berasal dari Pemda dan Kementrian tersebut, kerap digunakan oleh kepentingan pribadi.

“Jadi tahun ini kami akan lebih memperhatikan dana desa, bagian dari anggaran daerah karena sifatnya yang alokasi dana desa. Kita akan melihat sebagai laporan pemerintah daerah,” ujarnya.

Diakuinya untuk laporan dana desa sampai saat ini, belum ada peraturan jelas siapa yang mengawasi dan memeriksa. Melihat hal tersebut, pihaknya menilai ada potensi penyimpangan yang cukup besar.

“Masih sebagai bagian pemeriksaan LKPD di pemda masing-masing. Kalau sosialisasinya sudah cukup baik dari kementrian dan pemerintah setempat, bahkan dari BPK di beberapa daerah juga memberikan sosialisasi,” katanya.

Pihak meminta kepada pemda untuk meningkatkan kewaspadaan dalam pengelolaan dana desa, termasuk peran inspektorat dari sisi pembinaan untuk pemehaman dan teknis. Terlebih untuk dana desa juga, menurutnya juga perlu ada pengendalian karena kalau berjalan begitu saja maka resiko penyimpangan semakin tinggi.

“Untuk satu desa itu sekitar Rp 1,5 milyar per tahun dan masih bisa terus meningkat. Kepolisian juga ada MOU dengan kementrian dalam negeri untuk mengawasi dana desa, artinya semua pihak secara bersama mulai fokus memperhatikan hal ini,” tuturnya.

Pada kesempatan tersebut, Arman menilai masih adanya pendapatan daerah yang masih belum tergali, seperti dari sektor rumah makan, hotel dan reklame. Mengingat laporan yang diterima pihaknya sering tidak sesuai dengan antara omset dan pajak yang dibayarkan kepada pemerintah.

Sementara reklame, lanjutnya, sejauh ini masih belum maksimal karena mayoritas banyak yang sudah dipasang tapi untuk pembayaran atau waktunya tidak sesuai.

“Mudah-mudahan ini kelalaian, tapi kekhawatiran kami ada kesengajaan walaupun kami belum bisa membuktikan. Pemda dapat memanfaatkan teknologi dalam mengawasi dan mengendalikan reklame-reklame, sehingga bisa diukur untuk tarifnya berapa dan waktu pemasangannya sudah kadaluarsa atau belum,” tambahnya.

Editor: H. Dicky Aditya.

Sumber : http://www.galamedianews.com