Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) memandang pers sebagai salah satu mitra strategis dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai lembaga pemeriksa. Terjalinnya kerja sama yang baik serta terbangunnya kesamaan persepsi antara BPK RI dan pers, menjadi sebuah kebutuhan dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas terkait pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara di Indonesia. Demikian antara lain disampaikan Kepala Perwakilan (Kalan) Provinsi Jawa Barat (Jabar) BPK RI Slamet Kurniawan, saat menjadi pembicara dalam acara media workshop pada Kamis (3/11) kemarin. Acara bertema “Pengawasan Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara” tersebut dilaksanakan di Auditorium BPK RI Perwakilan Provinsi Jabar. Selain Kalan Provinsi Jabar BPK RI Slamet Kurniawan, hadir sebagai pembicara dalam acara tersebut Kepala Sub Auditorat (Kasubaud) Jabar II Dede Sukarjo. Adapun moderator dalam acara media workshop tersebut adalah Syafreza Atthariq. Pada acara yang sama, hadir pula Kepala Sekretariat Perwakilan Provinsi Jabar BPK RI Walmin Purba dan Kasubbag Hukum dan Humas BPK RI Nurina Hijiani.
Media workshop itu sendiri melibatkan para wartawan dari berbagai media, baik cetak maupun elektronik dan online, sebagai peserta. Dari kalangan media cetak, hadir wartawan dari Harian Kompas, Republika, Seputar Indonesia, Koran Tempo, Media Indonesia, Galamedia, Tribun Jabar, Radar Bandung, Bandung Ekspres, dan Bisnis Indonesia. Sedangkan dari media elektronik dan online, hadir dalam acara tersebut para wartawan dari detik.com, inilah.com, antaranews.com, beberapa stasiun televisi dan stasiun radio yang ada di Bandung. Dalam penjelasannya, Kalan Provinsi Jabar BPK RI Slamet Kurniawan menyatakan bahwa BPK dan pers memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing terhadap masyarakat, khususnya dalam hal informasi tentang tata kelola dan pertanggungjawaban keuangan negara. “BPK berperan dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, sedangkan pers memiliki peran penting dalam menyebarkan informasi terkait hasil pemeriksaan BPK RI kepada publik, sebab pers lah yang paling memiliki ruang persentuhan langsung dengan masyarakat. Karenanya diperlukan adanya kesamaan persepsi antara BPK dan pers sehingga informasi yang sampai ke masyarakat tidak mengalami bias atau bahkan distorsi,” jelasnya.
Menjawab pertanyaan wartawan tentang persoalan yang sering menjadi kendala peningkatan opini, Kalan Provinsi Jabar BPK RI Slamet Kurniawan menyatakan bahwa aset masih menjadi persoalan utama. “Memang telah banyak pemda yang mendata aset sehingga lumayan up-date, misalnya pada tahun 2007/2008, tapi setelahnya tidak di-maintain. Padahal kegiatan pengadaan barang dan jasa selalu ada. Kalau pengadaan yang baru tidak dicatat, kan jadi tidak up-date lagi,” kata Kalan. Terkait aset, Kalan Kalan Provinsi Jabar BPK RI juga menjelaskan tentang beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah daerah agar persoalan aset pemda lebih mudah diselesaikan. “Yang paling penting adalah komitmen dari kepala daerah, yang harus mendapat dukungan dari segenap jajarannya. Kemudian penguatan dalam hal sumber daya manusia, baik secara kualitas maupun kuantitas. Selain itu, pemerintah daerah juga perlu mempertimbangkan untuk tidak terlalu sering melakukan mutasi. Terlalu seringnya mutasi, terutama terkait pengelola aset, memungkinkan kebijakan yang sudah mulai dirintis tidak berlanjut pada para penerusnya,” katanya.
Sementara itu, Kasubaud Jabar II Dede Sukarjo menyatakan bahwa dalam soal opini, istilah ‘wajar’ tidaklah berarti ‘benar’. Istilah ‘wajar’ dalam opini, hanya menjelaskan bahwa laporan keuangan telah disajikan dan diungkapkan secara wajar dalam semua hal yang material serta informasi keuangan dalam laporan keuangan memang dapat diandalkan, dilihat dari aspek Standar Akuntansi Pemerintahan. “Artinya, opini yang ‘Wajar Tanpa Pengecualian’ sekalipun, tidak lantas sama sekali bebas dari penyimpangan atau ketidakpatuhan,” katanya. Kasubaud Jabar II Dede Sukarjo juga menjelaskan bahwa BPK RI telah melaksanakan pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) untuk Tahun Anggaran (TA) 2010. Berdasarkan pemeriksaan atas LKPD TA 2010, jumlah dan nilai temuan Sistem Pengendalian Internal (SPI) adalah sejumlah 215 temuan dengan nilai Rp1,32 triiun. Sedangkan temuan kepatuhan berjumlah 240 dengan nilai Rp109 miliar. (Wans)