Bandung [SuaraJabar.Com] – Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Provinsi Jabar masih menemukan banyak masalah dalam penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2011 di delapan kota/kabupaten di Jabar.
Temuan tersebut terungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI atas LKPD tahun 2011 yang disampaikan kepada 8 DPRD kota/kabupaten di Jabar, pekan ini. Delapan pemerintah daerah yang dimaksud adalah Pemkot Depok, Pemkab Cirebon, Pemkab Majalengka, Pemkab Subang, Pemkab Indramayu, Pemkab Karawang, Pemkab Bogor, dan Pemkot Bogor.
Masalah pertama yang ditemukan adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang belum sesuai ketentuan. “Belanja yang bersumber dari dana BOS, belum dipertanggungjawabkan oleh sekolah-sekolah. Juga seluruh aset tetap dari realisasi belanja BOS belum semuanya dicatat dan dilaporkan dalam LKPD 2011,” ungkap Kepala Perwakilan (Kalan) Provinsi Jabar BPK RI Slamet Kurniawan.
Dia menuturkan, masalah berikutnya adalah para bendahara pengeluaran dan bendahara pengeluaran pembantu pada pemkab/pemkot tidak menyampaikan laporan pertanggungjawabannya. “Para bendahara tidak menyetorkan sisa kas pada akhir tahun anggaran secara tepat waktu,” ucapnya.
Untuk temuan berikutnya, BPK RI menyoroti penatausahaan aset tetap belum tertib, penyajiannya belum didukung daftar rincian, belum ada penomoran atau kodefikasi. Bahkan ada aset tetap yang tidak diketahui keberadaannya.
“Soal aset ini menjadi kesulitan tersendiri. Banyak aset dikuasai pihak ketiga dan tidak didukung dengan perjanjian pinjam pakai. Lalu masih banyaknya tanah yang belum dilengkapi sertifikat,” ujar Slamet.
Hal lainnya yang jadi temuan ialah pengendalian atas pengelolaan pendapatan daerah yang belum memadai. “Seperti penatausahaan piutang pajak dan retribusi daerah tidak tertib, penggunaan langsung atas pendapatan daerah, serta tunggakan pajak yang berpotensi tidak tertagih,” kata Slamet.
Selain itu, pengelolaan belanja daerah yang belum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BPK RI menemukan realisasi belanja daerah yang belum dipertanggungjawabkan.
“Ada kekurangan volume pekerjaan pada pembangunan gedung, jalan, jembatan dan jaringan irigasi. Ini membuat kelebihan pembayaran kepada pihak ketiga. Belum lagi ada denda keterlambatan yang belum dikenakan kepada pihak ketiga atas keterlambatan penyelesaian suatu kegiatan,” paparnya.
Dan masalah terakhir berupa lemahnya sistem pengendalian internal atas pengelolaan dana hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan. “Seperti biasa, belum didukung laporan pertanggungjawaban dari penerimanya,” jelasnya.
Dari 8 daerah dimaksud, hanya Pemkot Depok yang diganjar opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Sementara sisanya mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Opini WTP diberikan karena Pemkot Depok melakukan perbaikan signifikan dalam penyusunan LKPD TA 2011. Artinya, melaksanakan rekomendasi BPK dengan merinci aset tetap hasil pengadaan TA 2009 dan TA 2010 yang menjadi pengecualian pada LKPD TA 2010. (inl/sj) Sumber :www.suarajabar.com