BPK RI berwenang menilai dan menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum, baik sengaja maupun lalai, yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara. Tata Cara penyelesaian ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh BPK setelah berkonsultasi dengan pemerintah. Demikian antara lain disampaikan Kasubaud Jabar II Dede Sukarjo saat membacakan sambutan Kepala Perwakilan Provinsi Jabar BPK RI pada acara Sosialisasi Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2003 tentang Tata Cara Penyelesaian Ganti Kerugian Negara Terhadap Bendahara. Acara yang diikuti Pelaksana Tim Penyelesaian Kerugian Negara dari 27 pemerintah daerah yang ada di wilayah Provinsi Jabar tersebut dilaksanakan di Auditorium Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Jabar pada Selasa (08/11) lalu.
Menjadi pembicara dalam acara tersebut, Kepala Direktorat Konsultasi Hukum dan Kepaniteraan Kerugian Negara BPK RI Eledon Simanjuntak dan Kepala Seksi Kepaniteraan Kerugian Negara pada Direktorat Konsultasi Hukum dan Kepaniteraan Kerugian Negara BPK RI Dwiyana Novisanti. Eledon Simanjutak menyampaikan materi tentang Penyelesaian Kerugian Negara/ Daerah oleh Bendahara. Sedangkan Dwiyana Novisanti memaparkan materi tentang Peraturan BPK RI Nomor 3 Tahun 2007. Adapun Kasubbag Hukum dan Humas BPK RI Perwakilan Provinsi Jabar Nurina Hijiani menjadi moderator selama sosialisasi.
Dalam pembacaan sambutannya, Kasubaud Jabar II Dede Sukarjo menjelaskan, sosialisasi yang dilaksanakan adalah untuk membangun persamaan persepsi antara BPK sebagai lembaga yang diberikan kewenangan untuk menilai, menetapkan dan memantau penyelesaian ganti kerugian negara/daerah dan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota sebagai lembaga yang melaksanakan fungsi perbendaharaan saat mengelola keuangan daerah. “Sampai saat ini, implementasi Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007 belum berjalan sebagaimana yang yang diharapkan. Karenanya, BPK Perakilan Provinsi Jawa Barat berinisiatif melakukan sosialisasi Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007 tersebut sehingga dapat menyebarluaskan dan meningkatkan pemahaman kita mengenai Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007,” kata Kasubaud Jabar II Dede Sukarjo di hadapan perwakilan dari pemerintah daerah se-Provinsi Jawa Barat.
Kasubaud Jabar II juga menguraikan beberapa aspek mengapa BPK RI dan setiap pemda sangat berkepentingan untuk memahami dan mengimplementasikan, yaitu: Pertama, fungsi perbendaharaan memegang peranan yang sangat penting dalam rangka pengelolaan sumber daya keuangan pemerintah Pusat maupun Daerah yang relatif terbatas. Kedua, Fungsi perbendaharaan merupakan area yang berisiko tinggi terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang, sehingga perlu adanya langkah preventif untuk mencegah agar jangan sampai terjadi kebocoran dan penyimpangan dalam pelaksanaan fungsi-fungsi perbendaharaan tersebut, dan Ketiga, Pembentukan TPKD dan proses penyelesaian kerugian daerah yang dilakukan oleh TPKD seyogyanya akan melahirkan dokumen formal antara lain berupa Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) atau Surat Keputusan Pembebanan yang dapat dijadikan sebagai bukti akuntansi untuk mencatat Piutang TP/TGR pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
Acara yang dilaksanakan pada Selasa itu sendiri merupakan kali kedua BPK RI Perwakilan Provinsi Jabar melaksanakan sosialisasi Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007. Sehari sebelumnya, acara yang sama juga dilaksanakan di Auditorium Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Jabar. Namun pada hari pertama, peserta sosialisasi adalah para pemeriksa yang ada di lingkungan BPK RI Perwakilan Provinsi Jabar. (Wans)