LHP BPK RI atas LKPD 8 Pemerintah Kabupaten/Kota di Jabar TA 2011: BPK RI Berikan Opini WTP kepada Pemkot Depok

Terhadap delapan laporan keuangan (LK) pemerintah kabupaten/kota di wilayah Jawa Barat (Jabar)  Tahun Anggaran (TA) 2011 yang telah diperiksa, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dengan Paragraf Penjelas kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Depok sedangkan tujuh  pemerintah kabupaten/ kota  memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Tujuh pemerintah kabupaten/ kota yang mendapat opini WDP adalah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cirebon, Pemkab Majalengka, Pemkab Subang, Pemkab Indramayu, Pemkab Karawang, Pemkab Bogor, dan Pemkot Bogor.

Demikian antara lain dikatakan Kepala Perwakilan (Kalan) Provinsi Jabar BPK RI Slamet Kurniawan dalam acara Penyampaian LHP atas LKPD TA 2011 untuk Delapan Pemerintah Kabupaten/Kota di Wilayah Jawa Barat pada Rabu (30/05).  Dalam acara  yang berlangsung di  Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Jabar  tersebut, Kalan Provinsi Jabar BPK RI menyerahkan LHP BPK RI atas LKPD TA 2011 kepada pimpinan DPRD dan kepala daerah dari masing-masing pemerintah kabupaten/ kota.

Kalan Provinsi Jabar BPK RI Slamet Kurniawan menjelaskan, opini WTP dengan Paragraf Penjelas yang diberikan kepada Pemkot Depok  tidak terlepas dari adanya perbaikan yang signifikan pada penyusunan LKPD Kota Depok TA 2011. Pemkot Depok telah melaksanakan rekomendasi BPK dengan merinci aset tetap hasil pengadaan TA 2009 dan TA 2010 yang menjadi pengecualian pada LKPD TA 2010. “Namun BPK juga masih memandang perlu  memberikan tambahan penjelasan terkait dengan kebijakan Pemerintah Kota Depok untuk memindahbukukan uang kas daerah pada rekening titipan pada Bank BJB melalui penerbitan bilyet giro sebesar Rp31,86 miliar dalam rangka menyelesaikan pembayaran kepada pihak ketiga terkait dengan penerbitan SPD2LS pada tanggal 31 Desember 2011.” Katanya

Sebelumnya, pada Senin (28/05), BPK RI juga telah menyampaikan LHP BPK RI atas LKPD TA 2011 Pemprov Jabar serta enam pemerintah kabupaten/kota yang ada di wilayah Jabar, yaitu: Pemkot Banjar, Pemkab Bandung, Pemkab Garut, Pemkab Sukabumi, Pemkab Purwakarta, dan Pemkot Cirebon. BPK RI memberikan opini WTP untuk LKPD TA 2011 Pemprov Jabar dan Pemkot Banjar. Sedangkan Pemkab Bandung, Pemkab Garut, Pemkab Sukabumi, Pemkab Purwakarta, dan Pemkot Cirebon mendapatkan opini WDP. “Sehingga sampai hari ini, seluruhnya telah ada 15 LHP atas LKPD Tahun Anggaran 2011 yang telah disampaikan BPK RI Perwakilan Provinsi Jabar kepada DPRD. Tiga LKPD mendapat opini WTP, sedangkan 12 lainnya memperoleh opini WDP,” jelasnya.

Menurut Kalan Kalan Provinsi Jabar BPK RI, penyampaian LHP atas LKPD TA 2011 dilakukan secara bertahap menyesuaikan waktu diterimanya LKPD oleh BPK RI dari masing-masing pemerintah kabupaten/kota. “Karena diterimanya laporan keuangan pemda memang tak serentak, akhirnya berdampak pula kepada penyampaian LHP yang tidak bisa dilakukan secara serentak,” katanya.

Lebih jauh Slamet Kurniawan menjelaskan, masih terdapat sejumlah permasalahan penting yang ditemukan BPK RI selama pemeriksaan atas LKPD  TA 2011 delapan pemerintah kabupaten/kota tersebut. Permasalahan-permasalahan itu antara lain adalah:

  1. Pengelolaan dan pertanggungjawaban dana BOS belum sesuai ketentuan, belum seluruh belanja yang bersumber dari dana BOS dipertanggungjawabkan oleh sekolah-sekolah, dan belum seluruh aset tetap yang berasal dari realisasi belanja BOS dicatat dan dilaporkan dalam laporan keuangan TA 2011;
  2. Ketidakpatuhan para Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu untuk menyampaikan laporan pertanggung-jawaban dan menyetorkan sisa kas pada akhir tahun anggaran secara tepat waktu;
  3. Penatausahaan aset tetap yang belum tertib, penyajian aset tetap yang belum didukung dengan daftar rincian,  penomoran atau kodefikasi yang belum dilakukan,  adanya sejumlah aset tetap yang tidak diketahui keberadaannya, banyaknya aset yang dikuasai pihak ketiga dan tidak didukung dengan perjanjian pinjam pakai serta masih banyaknya tanah yang belum bersertifikat; 
  4. Pengendalian atas pengelolaan pendapatan daerah belum memadai, di antaranya penatausahaan piutang pajak dan retribusi daerah tidak tertib, penggunaan langsung atas pendapatan daerah, serta tunggakan pajak yang berpotensi tidak tertagih; 
  5. Pengelolaan belanja daerah belum sepenuhnya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu masih ditemukan adanya realisasi belanja daerah yang belum dipertanggung-jawabkan, terjadinya kekurangan volume pekerjaan pada pembangunan gedung, jalan, jembatan dan jaringan irigasi yang mengakibatkan kelebihan pembayaran kepada pihak ketiga, serta adanya denda keterlambatan yang belum dikenakan kepada pihak ketiga atas keterlambatan penyelesaian suatu kegiatan;
  6. Sistem pengendalian intern yang lemah atas pengelolaan  hibah, bantuan sosial dan bantuan keuangan yang pada umumnya belum didukung dengan laporan pertanggungjawaban dari para penerima hibah, bantuan sosial dan bantuan keuangan.

Tentang opini WTP  Kalan Provinsi Jabar BPK RI menyampaikan, Opini WTP bukan berarti penyajian laporan keuangan telah benar dan bebas dari permasalahan. Opini WTP hanya menggambarkan penyajian laporan keuangan pemerintah Kabupaten/Kota bebas dari salah saji yang sifatnya material, berdasarkan sample yang diambil pada saat pemeriksaan, didasarkan pada kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), kecukupan pengungkapan, efektivitas Sistem Pengendalian Intern (SPI), dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. “Kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang menjadi pertimbangan opini tersebut terbatas hanya pada kepatuhan yang berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan, bukan dari aspek hukum apalagi aspek politis.” kata Kalan.

Selanjutnya Kalan Provinsi Jabar mengingatkan, sesuai ketentuan Pasal 20 ayat (3) UU 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, kepala daerah berkewajiban menyampaikan perkembangan tindak lanjut atas rekomendasi BPK RI yang telah dilakukan, meskipun masih pada tahap awal dari suatu proses tindak lanjut, paling lambat 60 hari sejak LHP disampaikan oleh BPK. “Inilah pentingnya  rencana aksi (action plan) dibuat agar proses perbaikan yang dilakukan menjadi jelas, terarah, dan terpadu. Dengan rencana aksi yang tepat dan komitmen yang tinggi dari Pemerintah Kabupaten/Kota dan para pejabat yang terkait, BPK yakin pengelolaan dan tanggung jawab keuangan pemerintah daerah akan meningkat kualitasnya,” jelasnya.