PAD Kabupaten Bekasi Turun Rp 27 Miliar
CIKARANG, (PR).- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bekasi mencatat penurunan pendapatan asli daerah Rp 27.600.016.008. Penurunan PAD tersebut disebabkan retribusi Izin Memekerjakan Tenaga Asing (IMTA) dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang gagal memenuhi target.
Penurunan itu diketahui dari hasil pembahasan Badan Anggaran pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan Kabupaten Bekasi tahun 2017.
“Pemerintah Kabupaten Bekasi harus memerhatikan betul persoalan ini. Ada evaluasi dan monitoring yang harus dilakukan,” kata Anggota Banggar, Anden, Rabu 25 Oktober 2017.
Dalam pembahasan tersebut, retribusi IMB ditargetkan mencapai Rp 167.350.016.008, namun yang terealisasi yakni Rp 142.285.000.000. Retribusi yang dikelola Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu ini menurun sebanyak Rp 25.065.016.008.
“Seharusnya dengan perkembangan di Kabupaten Bekasi, Pemkab dalam hal ini DPMPTSP, harus memaksimalkan potensi yang ada. DPMPTSP harus pro aktif melakukan penagihan dan teguran kepada setiap wajib retribusi IMB sesuai dengan Peraturan Bupati nomor 30 tahun 2014. Dapat juga dikerjasamakan dengan Pemerintah Desa,” ucap Anden.
Tidak sesuai aturan
Sementara itu, retribusi IMTA ditargetkan Rp 37 miliar. Namun yang terealisasi Rp 34.465.000.000 sehingga terdapat penurunan pendapatan sebesar Rp 2.535.000.000. Khusus untuk IMTA, selain penurunan, Dewan menyoroti penggunaan PAD dari retribusi IMTA yang dinilai tidak sesuai aturan.
Retribusi IMTA diatur dalam Peraturan Daerah nomor 3 tahun 2013 tentang Retribusi Perpanjangan IMTA. Pasal 9 ayat 1 regulasi tersebut menyatakan bahwa penggunaan retribusi dimanfaatkan untuk pengembangan keahlian dan keterampilan tenaga kerja dan peningkatan sumber daya manusia lainnya dan program yang berkaitan dengan ketenagakerjaan.
“Artinya bahwa pemanfaatan retribusi IMTA tidak dapat dipergunakan selain untuk bidang yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Namun pada faktanya, setiap tahun anggaran IMTA masih dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan yang tidak berhubungan dengan ketenagakerjaan. Padahal hal tersebut bertentangan dengan peraturan daerah,” kata Anden.
Anggota Banggar lainnya, Nyumarno mengatakan, retribusi IMTA sebenarnya mengalami kenaikan setiap tahun. Pada 2014 retribusi IMTA mencapai Rp 29 miliar kemudian meningkat Rp 34 miliar di tahun 2015. Lalu kembali meningkat di tahun 2016 menjadi 35 miliar. Hanya, peningkatan tersebut justru tidak sepenuhnya digunakan untuk peningkatan mutu tenaga kerja.
“Perda tersebut mengamanatkan bahwa retribusi IMTA hanya untuk ketenagakerjaan. Namun setiap tahun anggaran, jika Dinas Tenaga Kerja tidak bisa menyerap seluruh retribusi dan menjadi Silpa, di tahun berikutnya Silpa tersebut justru digunakan oleh dinas lain pada kegiatan di luar ketenagakerjaan. Ini yang disebut tidak sesuai,” kata dia.
Nyumarno menambahkan, ketidaksesuaian ini harus segera dibenahi agar penggunaan anggaran sesuai aturan. “Sesuai dengan aturan, maka harus dimaksimalkan pada ketenagakerjaan jangan seperti saat ini. Retribusi IMTA misalnya digunakan untuk sektor lain, jelas salah. Maka kami rekomendasi juga agar dilakukan pembenahan. Selain meningkatkan retribusi, perbaiki juga penggunaan anggarannya,” ucap dia.
Kewenangan pemerintah pusat
Menanggapi penurunan target IMTA , Kepala Dinas Tenagakerja Kabupaten Bekasi Effendi Yahya mengatakan, IMTA bukan kewenangan penuh pemerintah daerah, melainkan juga pusat. Untuk itu, retribusi IMTA sulit memenuhi target.
“Jadi itu bukan retribusi daerah, itu sebenarnya objek kebijakan pusat dan bukan potensi daerah. Kemudian soal penggunaannya memang sebenarnya harus dimaksimalkan untuk ketenagakerjaan. Maka kami saat ini memaksimalkan untuk program peningkatan mutu ketenagakerjaan,” kata dia.***
Sumber: www.pikiran-rakyat.com