Tanggung jawab penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) jangan hanya dibebankan kepada beberapa pengelola keuangan pemerintah daerah (Pemda), tapi juga harus menjadi tanggung jawab setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), sebab Laporan Keuangan SKPD merupakan dasar penyusunan LKPD. Demikian antara lain disampaikan Kepala Perwakilan (Kalan) Provinsi Jawa Barat (Jabar) BPK RI Slamet Kurniawan dalam diskusi panel yang dilaksanakan di Kantor Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Bandung pada Rabu (28/12/11) lalu. Diskusi panel bertema “Strategi Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun 2011 dan Persiapan Audit oleh BPK RI” tersebut diikuti para inspektur, para auditor inspektorat daerah se-Jabar serta para pejabat pengelola keuangan Pemda se-Jabar. Menurut Kalan BPKP Perwakilan Bandung Tahria Syafrudin, diskusi panel tersebut dilaksanakan demi terbangunnya kesamaan persepsi di kalangan Pemda dalam penyusunan LKPD serta dalam persiapan menghadapi pemeriksaan BPK RI.
Diskusi panel itu sendiri dilaksanakan dalam dua sesi. Pada sesi pertama, selain Kalan Provinsi Jabar BPK RI Slamet Kurniawan, hadir sebagai panelis adalah Kalan BPKP Perwakilan Bandung Tahria Syafrudin. Sesi pertama diskusi ini dipandu oleh Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran (Unpad) Ernie Tisnawati. Sedangkan pada sesi kedua, hadir sebagai panelis adalah Kepala Sub Auditorat (Kasubaud) Jabar II BPK RI Jabar Dede Sukarjo, Inspektur Kabupaten Bandung Barat Graha Mulya dan Kepala Bidang Pengawasan BPKP Perwakilan Bandung Wawan Saeful Anwar. Pada diskusi sesi kedua ini, bertindak sebagai moderator adalah Auditor Madya BPKP Perwakilan Bandung Agus Budi Mulyanto.
Dalam pemaparannya, Kalan Provinsi Jabar BPK RI Slamet Kurniawan mengatakan bahwa dalam menyusun laporan keuangan, seharusnya setiap pengelola keuangan di masing-masing SKPD harus berprinsip bahwa seandainya diberi opini, laporan keuangannya harus mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). “Sehingga ketika nantinya laporan keuangan setiap SKPD tersebut dikonsolidasikan dalam bentuk LKPD, juga akan melahirkan sebuah LKPD yang mendapat opini WTP dari BPK,” katanya. Menurut Kalan Provinsi Jabar Slamet Kurniawan, penyusunan LKPD adalah tanggung jawab Pemda, sedangkan BPK RI bertanggung jawab pada pernyataan pendapat atas LKPD yang ada berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan. Jika dalam pemeriksaan BPK melakukan koreksi-koreksi atas LKPD, semua hanya bersifat usulan kepada Pemda yang bersangkutan. “Keputusan tentang dipakai atau tidaknya koreksi dari BPK tersebut tergantung sepenuhnya kepada Pemda. Namun bila dampaknya ternyata material pada LKPD, BPK bisa mengecualikan materi yang diusulkan tersebut,” jelasnya.
Kalan Provinsi Jabar BPK RI menyebutkan, setidaknya ada lima hal yang bisa dilakukan untuk memperbaiki opini LKPD, yaitu: 1) Melakukan tindak lanjut secara tuntas dan menyeluruh terhadap rekomendasi BPK di LHP LKPD tahun-tahun sebelumnya, 2) Komitmen kepala daerah yang juga harus didukung seluruh elemen SKPD untuk menertibkan pengelolaan uang dan barang, 3) Inventarisasi, penilaian dan rekonsiliasi pelaporan aset secara tuntas dan menyeluruh sampai level UPT, 4) Membangun dan mengimplementasikan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah secara bertahap dan mengurangi ketergantungan kepada konsultan, serta 5) Peningkatan kompetensi SDM yang terkait dengan penyusunan LK mulai dari level UPT, SKPD maupun SKPKD, serta SDM pengelola aset, termasuk bendahara barang. Lebih lanjut Kalan Provinsi Jabar BPK RI menjelaskan, perlu ada perhatian bersama dalam menyikapi rekomendasi berdasar hasil pemeriksaan BPK RI sehingga penyelesaiannya menjadi tuntas dan menyeluruh. “Harus ada evaluasi oleh Pemda, apakah sebuah temuan yang terjadi di satu SKPD juga berpotensi terjadi di SKPD lain. Kalau Pemda hanya fokus pada SKPD yang ada temuannya saja, tidak diatasi secara menyeluruh, begitu BPK turun di tahun berikutnya, yang bisa saja mengambil sampel pemeriksaan di SKPD-SKPD yang lain, maka masalah-masalah yang sama akan muncul lagi,” katanya.
Kalan Provinsi Jabar BPK RI Slamet Kurniawan juga menekankan pentingnya sebuah rencana aksi (action plan) yang baik. “Rencana aksi yang dibuat oleh entitas pemeriksaan seharusnya tidak sekadar menjadi formalitas saja. Rencana aksi harus menjelaskan siapa melakukan apa, hasilnya apa, dan schedule-nya jelas,” tuturnya. Senada dengan Kalan Provinsi Jabar BPK RI, Kalan BPKP Perwakilan Provinsi Jabar Tahria Syafrudin menyebut bahwa Pemda harus memandang action plan bukan hanya formalitas memenuhi UU No. 15 tahun 2004. “Penyusunan dan pelaksanaan action plan harus dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan negara. Selain itu, upaya peningkatan opini jangan semata-mata untuk memperoleh penilaian yang baik dari BPK RI, akan tetapi lebih didasari tekad dan komitmen untuk lebih meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara,” katanya.
Sementara itu, pada sesi kedua acara diskusi, Kasubaud Jabar II BPK RI Dede Sukarjo banyak menjelaskan tentang persiapan dan proses pemeriksaan oleh BPK RI. Menurut Kasubaud Jabar II BPK RI, dalam proses pemeriksaan sampai dengan sebelum pemberian opini, BPK menyampaikan berbagai hasil pemeriksaannya dalam dua bentuk, yaitu dalam bentuk koreksi dan dalam bentuk temuan pemeriksaan. Kasubaud Jabar II BPK RI Dede Sukarjo juga mengatakan bahwa supaya BPK mendapatkan keyakinan yang memadai sebagai dasar pemberian opini, BPK harus melaksanakan langkah-langkah manajemen pemeriksaan. Selain itu, untuk memperoleh keyakinan yang memadai tersebut, BPK juga melakukan pemeriksaannya dalam beberapa tahap.
Kasubaud Jabar II BPK RI Dede Sukarjo menjelaskan, biasanya BPK terlebih dahulu melakukan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT), dalam hal ini Pemeriksaan Pendapatan atau Pemeriksaan Belanja, yang dilaksanakan di akhir tahun anggaran yang bersangkutan. PDTT tersebut membantu dalam memperkirakan adakah persoalan-persoalan yang sifatnya material yang mungkin bisa mempengaruhi penyajian LK. Selanjutnya, di awal tahun anggaran berikutnya, BPK melaksanakan Pemeriksaan Pendahuluan. Dan sesudah BPK menerima LK dari Pemda yang sudah direview oleh inspektorat, barulah dilakukan pemeriksaan terinci atas LKPD. “Jadi maksud kami melaksanakan pemeriksaan pendahuluan tersebut adalah sebagai bagian dari proses memenuhi standar pemeriksaan keuangan negara, sekaligus memberikan keyakinan yang memadai untuk memberikan pendapat atau opini. Jadi kalau BPK melakukan pemeriksaan sampai berkali-kali, kiranya entitas dapat memahaminya dalam konteks itu,” kata Kasubaud Jabar II. (JOSH).