Sosialisasi Peraturan BPK RI Nomor 2 Tahun 2010 dan Nomor 3 Tahun 2010

Salah satu tujuan strategis dari Badan Pemeriksa Keuangan adalah sebagai pusat regulator di bidang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara. Wujud kongkret dari tujuan strategis tersebut adalah dengan telah diterbitkannya beberapa Peraturan BPK, yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang. Mengingat pentingnya eksistensi dari Peraturan BPK tersebut, maka dipandang perlu dilakukan sosialisasi, terutama Peraturan BPK yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan tugas pemeriksaan, karena salah satu faktor penentu berhasilnya pelaksanaan audit adalah dengan dibekalinya para pelaksana tugas Badan dengan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemeriksaan. Peraturan BPK dimaksud antara lain adalah Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan dan Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian Keterangan Ahli.

Demikian dikatakan oleh Kepala Perwakilan Provinsi Jawa Barat BPK RI Slamet Kurniawan dalam sambutannya pada acara Sosialisasi Peraturan BPK RI Nomor 2 Tahun 2010 dan Nomor 3 Tahun 2010. Sosialisasi dilaksanakan pada hari Kamis 29 Maret 2012, bertempat di Auditorium Perwakilan Provinsi Jawa Barat. Selain Kepala Perwakilan, acara dihadiri oleh para Pejabat dan Pemeriksa pada Perwakilan Provinsi Jawa Barat, serta Pejabat dan staf pada Ditama Binbangkum. Bertindak sebagai Pemateri adalah Kepala Sub Direktorat Konsultasi Hukum Keuangan Negara,  Sumedi yang membahas mengenai Peraturan BPK RI Nomor 2 Tahun 2010 dan Kepala Sub Direktorat Bantuan Hukum, Kukuh Prionggo, yang membahas mengenai Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2010. Kepala Sub Auditorat Jawa Barat III T. Ipoeng Anjar Wasito bertindak sebagai moderator.

Sumedi menjelaskan, bahwa pemantauan tindak lanjut atas hasil pemeriksaan adalah rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis oleh BPK untuk menentukan bahwa pejabat telah melaksanakan rekomendasi hasil pemeriksaan dalam tenggang waktu yang telah ditentukan oleh undang-undang. Selanjutnya dikatakan bahwa mekanisme pemantauan tindak lanjut pada prinsipnya dilakukan melalui korespondensi dan rapat pembahasan tindak lanjut dengan pejabat apabila hasil penelaahan menunjukkan klasifikasi tindak lanjut belum sesuai rekomendasi atau rekomendasi belum ditindaklanjuti.

Selanjutnya, Kukuh Prionggo menjelaskan bahwa definisi ahli menurut Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2010 adalah orang yang ditunjuk oleh BPK karena kompetensinya untuk memberikan keterangan mengenai kerugian Negara/daerah yang dimuat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK atau  Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Negara/Daerah, dalam proses peradilan. Selain itu, dikatakan bahwa masalah dalam pemberian keterangan ahli adalah: Ahli merasa takut akan tekanan yang timbul, karena keterangan yang diberikan; Pelaksana BPK enggan dijadikan ahli dalam perkara tindak pidana korupsi; Hakim, JPU dan Penasehat Hukum tidak faham sistem dan metode pemeriksaan, sehingga kapasitas ahli dengan saksi menjadi bias; Pada saat pemberkasan ahli tidak melibatkan Subdit Bantuan Hukum.

Pemateri menyampaikan solusi terhadap masalah dalam pemberian keterangan ahli, yaitu: perlindungan ahli oleh Aparat Kepolisian sejak pemberkasan sampai dengan proses persidangan selesai, serta koordinasi dan diskusi atau sosialisasi dengan para Hakim, JPU dan Penasehat Hukum untuk menyamakan persepsi terkait sistem dan metode permeriksaan.

Acara sosialisasi diakhiri dengan sesi tanya jawab. Dalam sesi ini terjadi diskusi yang hangat mengingat antusiasme yang begitu besar dari para peserta atas materi yang diusung.