Sumber : Radar Cianjur
Edisi : Selasa, 02 Juli 2013
Cipanas-Workshop yang dilaksanakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Hotel Yasmin Cipanas, Kemarin, menjadi ajang curhat para dokter, kepala sekolah, dan komite sekolah. Para kepala sekolah menganggap selama ini menjadi korban. Bahkan, tak jarang menjadi objek ‘pemerasan’ oknum kejaksaan.
“Salah administrasi sedikit saja, kepala sekolah langsung diperiksa kejaksaan. Belum lagi ulah para wartawan asli tapi palsu (aspal) yang sering menakut-nakuti. Akibatnya para kepala sekolah tidak pernah nyaman dan selalu ketakutan,” tutur seorang kepala sekolah di depan anggota BPK RI Rizal Djalil, Anggota Komisi XI DPR RI Arif Budimanta, Deputi Bidang Pencegahan KPK Iswan Elmi, dan Deputi Bidang Kependidikan (P2TK) Prof. Dr. Eddy Mulyadi Soepardi.
Para kepala sekolah pun meminta agar guru tidak lagi dilibatkan dalam menangani proyek dan keuangan yang membutuhkan pengelolaan profesional. “Kembalikan guru itu ke fungsi utamanya sebagai pengajar. Para guru itu sejak awal dipoles jadi guru, bukan sebagai pengelola keuangan,” tutur seorang ketua komite sekolah.
Menanggapi hal tersebut, Deputi Bidang Kependidikan (P2TK) Prof. Dr. Eddy Mulyadi Soepardi mengatakan, kalau ada yang menakut-nakuti, kepala sekolah harus berani melawan.
“Kalau ada yang ganggu, kita lawan. Kalau ada dinas pendidikan yang potong anggaran proyek 30 persen, lawan. Saya siap menjadi yang terdepan untuk membantu bapak-bapak dan ibu-ibu,” tegas Prof Eddy.
Kendati demikian, lanjut Eddy, jika mau melawan, maka kepala sekolah harus terlebih dahulu bersih. “Kalau bersih, kita akan dukung,” imbuhnya.
Eddy tak menampik ada juga guru yang berprilaku tidak bersih. Misalnya, menggunakan ijazah palsu untuk mendapatkan sertifikasi. “Sertifikasi juga ada guru yang kotor dengan menggunakan ijazah palsu. Ini juga harus dilawan.” Imbuhnya. (des/rp1)